Manjaniq.com--Demi Allah, saya pernah menanyakan kepada salah seorang ulama
besar mereka. Saya bertanya kepadanya, “Apa pendapat anda tentang Sayyid
Quthb?” Ia menjawab, “Ia seorang pemikir. Ia seorang pemikir. Eh, ia bukan
pemikir, tetapi seorang sastrawan, bahkan penulis. Tidak lebih dari itu.“ Saya
kembali bertanya kepadanya, “Sayyid Quthb menurut anda seperti itu?” Ia
menjawab, “Ia seorang sastrawan profesional.” Orang seperti ini persis dengan
orang yang pernah berkata kepadaku, “sesungguhnya Marwan Hadid bukan bagian
dari dakwah islam.”
Saya katakan kepadanya, “Oh, kalau begitu
engkau bagian dari dakwah islam!” Di daerah asal kami ada peribahasa yang
mengatakan, ‘Namamu Dzakar (laki-laki) dan Yang Memberi makan adalah Allah’.
Wanita yang memiliki anak yang lemah dan sakit berkata kepadanya, ‘Namamu
Dzakar (laki-laki) dan Yang Memberi makan adalah Allah’ Yang Meberi makan
adalah Rabb kita.
Saya katakan kepadanya, “Apa arti dakwah
islam di Suriah tanpa Marwan Hadid?” Mereka sangat berbahaya. Demi Allah,
mereka mengatakan bahwa Marwan Hadid gila. Benar, keberanian Marwan Hadid
menurut anggapan orang-orang yang berjatuhan diatas jalan perjuangan adalah
sebuah kegilaan. Mereka mengatakan Marwan Hadid orang gila. Salah seorang dari
mereka yang pernah bertemu denganku saat Marwan Hadid masih menjadi buronan
didalam kota Damaskus menceritakan ; kemanapun, didalam kota Damaskus, ia
selalu membawa senjata karena ia sedang menjadi buronan pemerintah. Orang itu
berkata kepadaku, “wahai saudaraku, setiap bertemu orang, orang ini selalu
mengulurkan tangannya sambil mengatakan kepadanya, ‘Berbaiatlah kepadaku untuk
siap mati’.” Oleh karena itu, perhatikan; ini adalah kata-kata yang keluar dari
hati yang selalu melihat tragedi secara langsung dihadapannya.
Oleh karena itu, setelah berbagai tragedi
yang diciptakan oleh Abdul Nasir ditubuh Ikhwanul Muslimin, para istri
anggotanya, anak-anak mereka, dan dakwah mereka, pada hari kematian Abdul Nasir
para dai di Qatar atau negara lainnya di kedutaan besar Mesir menerima ucapan
belasungkawa atas kematian Abdul Nasir. Saya menganggap hal ini sebagai
kejahatan yang paling jahat. Kenapa? Apakah tragedi-tragedi itu mereka harus
menerima ucapan belasungkawa atas kematian Abdul Nasir? Mereka berbaris rapi
agar orang-orang yang datang untuk mengucapkan ucapan belasungkawa karena ia
termasuk anggota keluarga besar mereka. Putra mereka meninggal dunia. Apakh
engkau menganggap mereka dai? Merekalah yang sekarang menyerang Sayyid Quthb
karena pemikiran Sayyid Quthb sangat membahayakan mereka. Wahai saudaraku,
pemikirannya membahayakan kondisi mereka, membahayakan kedudukan mereka dan
gaji mereka.
Oleh karena itu, ketika para pemuda
menghadapi mereka. Para pemuda yang sama denganmu, jiwanya baik, hatinya
terbuka, tidak mengenal banyak berdalih dalam hidup. Ketika para pemuda
mengetahui keadaan mereka yang sebenarnya, mereka mengatakan, “Kami telah
mengetahui.” Mereka pun mulai meragukan pemikiran itu sendiri. Karena kalau
tidak meragukan justru sebaliknya, malah membenarkan -sebagaimana persangkaan
saya- seandainya bukan karena dorongan dari Allah dan peneguhan-Nya kepada
Sayyid Quthb dan keteguhan sikapnya pada tahun 1965 niscaya dakwah islam sudah
terhenti dan habis. Dakwah islam berada diambang kematian. Lalu ia mendorongnya
kembali, menghidupkannya kembali saat dakwah islam sedang dalam kondisi
sekarat. Akan tetapi keteguhan sikap yang Allah berikan kepadanya, bukan
semata-mata dari dirinya, tetapi itu berasal dari Allah subhanahu wata’ala.
Para pemuda yang ada disekitarnya
–sebagaimana ditulis dikoran-koran- mengelilinginya seakan-akan Sayyid Quthb
seorang nabi. Dan benar, seandainya ia mengomentari salah satu pimpinan dakwah
islam pada tahun 1965 meski hanya satu kata, seandainya ia mengomentarinya
niscaya pemimpin itu akan langsung jatuh. Ketika mereka bertanya kepada para
pemuda-pemuda seumuranmu, “Apkah engkau pernah berkomunikasi dengan Sayyid
Quthb?” Ia akan menjawab, “Tidak pernah sama sekali. Saya tidak pernah
sekalipun berkomunikasi dengannya.” Karena mereka langsung akan menyiksanya
jika mengaku pernah berkomunikasi dengannya. Pemuda itu berkata kepada mereka,
“Saya tidak pernah berkomunikasi dengannya.” Lalu mereka mendatangi Sayyid
Quthb. Mereka berkata kepada Sayyid Quthb, “Fulan terbukti pernah berkomunikasi
denganmu dan pernah datang menemuimu. “Sayyid Quthb menjawab, “Ya, ia pernah
berkomunikasi denganku.” Lalu mereka kembali seakan-akan mereka menulis
perkataan Sayyid Quthb. Mereka bertanya lagi kepada pemuda tadi, “Apakah engkau
pernah berkomunikasi dengannya?” Pemuda itu menjawab, “tidak pernah”. Mereka berkata
kepadanya, “Tetapi Sayyid Quthb berkata bahwa engkau pernah berkomunikasi
dengannya.” Pemuda itu menjawab, “Kalau ia yang mengatakannnya maka ia telah
berkata benar, Kalau ia yang mengatakannya maka ia telah berkata benar.”
Tidak ada komentar