Manjaniq.com--Qalbun
Salim; Hati Yang Selamat Dari Syubhat Dan Syahwat
Oleh
Abu Umar Abdillah
Qalbun
Salim Hati Yang Selamat Dari Syubhat Dan Syahwat
Qalbun
Salim; Hati Yang Selamat Dari Syubhat Dan Syahwat
يَوْمَ لَا
يَنْفَعُ مَالٌ
وَلَا بَنُونَ
(88) إِلَّا مَنْ
أَتَى اللَّهَ
بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“(Yaitu)
pada hari dimana harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang
menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara: 88-89)
Tanpa
kecuali, semua manusia tengah berjuang untuk bertemu dengan Allah.
“Hai
manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Rabbmu,
maka pasti kamu akan menemui-Nya.” (QS.Al-Insyiqaq: 6)
Semua
akan menemui Allah dengan bekal yang telah mereka usahakan di dunia. Meskipun
pada akhirnya ada yang keliru membawa bekal. Apa yang dibawanya justru menjadi
beban yang menyengsarakan dalam perjalanan dan berubah penderitaan di akhir
perjalanan.
Allah
menyebutkan, bahwa bekal yang bermanfaat dan akan menyelamatkan manusia ketika
bertemu dengan Allah adalah Qalbun Salim, hati yang selamat. Tampaknya, seluruh
hal yang diusahakan manusia menjadi
tidak berguna. Termasuk harta dan anak-anak.
Makna
Qalbun Salim
Tidak
ada yang menyanggah, bahwa unsur paling penting dalam jasad manusia adalah
hati. Posisi hati bagi anggota badan yang lain laksana raja bagi rakyatnya,
panglima bagi tentaranya, atau mirip pemegang remote control bagi barang
elektronik. Segala gerak-gerik dan ucapan dikendalikan oleh hati.
Hati
yang mampu mengenali Allah, hati pula yang memilih iradah, kemauan untuk
mentaati Allah, sedangkan anggota badan hanyalah sebagai pelengkap dan alat
yang membantu keinginan hati. Jika hati baik, jasad akan mengikutinya, dan jika
hati rusak, anggota badan lain akan mentaatinya pula. Jika hati selamat, semua
akan selamat, jika hati binasa, yang lain turut sengsara.
Lalu,
seperti apakah gambaran hati yang selamat, yang mewakili karakter hati yang paling
baik itu?
Persepsi
sebagian orang, orang yang memiliki hati yang baik itu tidak memiliki musuh,
tidak memiliki pantangan, bisa berbaur dengan siapapun, toleran kepada apapun,
berkawan dengan kelompok mana pun.
Sebagian
lagi menyelisihi syariat yang zhahir, lalu berdalih “Yang penting hatinya
baik”. Seperti pernyataan seseorang artis sepulang umrah, ia kembali membuka
auratnya, melepas kerudungnya dengan alasan yang penting hatinya berhijab. Ini
adalah jawaban yang hanya layak diutarakan oleh orang yang hatinya terhijabi
(tertutup) dari kebenaran. Karena bukti kabaikan hatinya adalah tunduk dengan
syariat yang dibawa olleh Muhammad yang mengharuskan wanita untuk berhijab dari
laki-laki yang bukan mahramnya.
Hati
yang selamat, hati yang baik akan tercermin dalam seluruh aktivitas batinnya
dan lahir pemiliknya.
Hati
yang selamat adalah hati yang selamat dari segala syahwat yang menyelisihi
perintah Allah dan larangannya. Hati yang selamat dari syubhat yang menyelisihi
khabar-Nya.
Penyakit
Syahwat dan Penyakit Syubhat
Semua
kesesatan dan maksiat bersumber dari dua penyakit itu. Karena dorongan syahwat,
orang yang telah memiliki ilmu tentang yang wajib menjadi enggan untuk
melaksanakannya-Nya. Karena syahwat, maksiat dan dosa dilakukan dengan penuh kesadaran.
Ia tahu, apa yang diperbuatnya adalah dosa, tapi ajakkan syahwatnya mengalahkan
ilmunya. Hingga ketika syahwat berkali-kali menang, ia menjadi raja bagi
pemiliknya. Apa yang menjadi pilihannya adalah pilihan syahwatnya, dan apa yang
dikerjakannya adalah order dari syahwatnya. Ia jadikan hawa nafsu sebagai
tubuhnya.
“Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya,
dan Allah membiarkannya sesaat berdasarkan ilmunya-Nya dan Allah telah mengunci
mati pendengaran dan hatinya dan meletakan tutupan atas penglihatannya.?” (QS.
al-Jatziyah: 23)
Malik
bin Dinar rahimahullah berkata, “Allah menciptakan malaikat dengan menyertakan
akal tanpa syahwat. Allah juga menciptakan binatang dengan menyertakan syahwat tanpa akal. Lalu
Allah menciptakan manusia dengan menyertakan akal dan syahwat. Maka barang
siapa yang akalnya mengalahkan syahwatnya, ia lebih mulia dari malaikat, dan
barangsiapa yang hawa nafsunya selalu mengalahkan ilmunya, ia lebih hina dari
binatang.”
Pemilik
Qalbun Salim, hatinya selamat dari penyakit syahwat, jika mencintai, ia
mencintai karna Allah, jika ia memberi. Jika ia membenci, membenci karna Allah,
jika ia memberi, memberi karena Allah. Jika menolak, ia menolak karena Allah.
Tak hanya sampai disitu, ia bersihkan diri dari ketundukan dan berhukum kepada
syariat yang dibawa oleh Rasulullah saw.
Adapun
penyakit syubhat adalah penyakit yang menimpa pemahaman. Hal itu bisa
disebabkan karena keliru dalam memilih sumbernya. Atau dari sumber yang benar,
namun salah dalam mengambilnya. Hasil akhirnya adalah keyakinan sesat,
pemikiran yang menyimpang dan amalan-amalan yang bernilai bid’ah. Penyakit ini
sangat fatal, karena darisinilah penyimpangan bermula, sementara pelakunya
menganggap telah berbuat yang paling baik. Allah berfirman,
“Katakanlah,
“Apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi
perbuatannya?” yaitu orang-orang yang telah sia-sia (sesat) perbuatannya dalam
kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya.” (QS.al-Kahfi: 103-104).
Hati
yang selamat akan mengambil dari sumber yang bersih, al-Qur’an dan as Sunnah,
serta ijma’ para ulama, lalu mengambil dengan cara yang benar pula. Mereka
memahami ayat dan hadits sebagaimana yang dipahami oleh Nabi saw, dan para
sahabatnya. Seperti yang diingatkan oleh sahabat Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu, “Sesungguhnya kalian nanti akan mendapatkan suatu kaum,
mereka mengklaim sedang mengajak kalian kepada al-Qur’an, padahal sesungguhnya
mereka telah membuangnya dibelakang punggung mereka, maka hindarilah tindakan
melampaui batas, berlebih-lebihan, dan perbuatan bid’ah, hendaknya kalian berpegang kepada
pemahaman salaf.” Wallahu a’alam.
Sumber:
majalah ar risalah edisi 85
Tidak ada komentar