Manjaniq.com--Kesalahan
mutlak tak bisa dihindari oleh setiap anak, entah sidikit atau banyak.
Anak-anak merupakan lembaran yang masih putih. Jika ada nokta sedikit saja
padanya, pastilah akan kentara.
Dalam sebuah laju dimana pengendara tak tahu
jalan, maka ia akan mengikuti rambu agar sampai tujuan. Oleh sebab itu penunjuk
arah menjadi penting dan perlu. Karena sesungguhnya yang akan melaju di hadapan
kita adalah anak-anak kita. Dan orangtua berperan sebagai penunjuk arah yang
sesungguhnya.
Seorang
ayah dan ibu harus senantiasa mengawasi perbuatan anak-anak mereka. Jika ada
kesalahan atau penyelewengan dalam perilaku mereka, maka orangtua harus
bersegera memperbaiki dan menghilangkannya. Terlebih jika itu merupakan hal
yang buruk atau perbuatan yang diharamkan.
Pada usia dibawah sepuluh tahun,
maka memperbaiki anak cukup dengan pengarahan. Namun pada usia sepuluh tahun ke
atas, maka kesalahan mereka bisa diperingatkan dengan hukuman bahkan pukulan
kasih sayang. Yaitu pukulan yang bukan karena kebencian / kemarahan, tidak
boleh pada bagian kepala, sesuai kebutuhan serta tidak dijadikan kebiasaan.
Seperti halnya seorang dokter yang memberi suntikan kepada pasiennya walaupun
itu menyakitkan, akan tetapi suntikan itu sebatas kadar penyakitnya saja.
Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Perintahkan anak-anak kalian untuk
melakukan shalat saat usia tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh
tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud no. 495 dan Ahmad 6650
dishahihkan oleh Al-Albany)
“Jika
salah seorang diantara kalian memukul saudaranya maka hendaknya dia menghindari
memukul wajah.” (HR. Muslim 2616 dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu secara
marfu’)
Pernah
suatu ketika Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melihat Amru bin Abu Salamah
makan dengan tangan kiri, sedangkan tangannya berseliweran di atas nampan, maka
beliau langsung bersabda:
“Wahai
putraku, bacalah dengan nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan
makanlah makanan yang ada di dekatmu.” (HR Muttafaq ‘alaihi)
Belajar
dari Kisah Shahabat
Imam
Ath-Thabari meriwayatkan dari Zainab binti Abu Salamah, bahwa ia pernah menemui
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sedang mandi. Zainab
berkata,”Lalu beliau mengambil air sepenuh kedua telapak tangan, lalu
menyiramkan ke wajahku. Beliau bersabda,’Menyingkirlah.’” (Sanadnya hasan)
Maksudnya,
dalam hadits tersebut Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan
pada para orangtua untuk mencegah anak mereka melihat aurat seseorang dengan
cara mengambil air sebanyak dua telapak tangan lalu desiramkan kepada anak
tersebut.
Hal ini bertujuan agar ia terbiasa sopan dalam menjaga pandangannya
dan terhindar dari hal-hal yang tidak bermanfaat. Tidak sebagaimana yang
dilakukan oleh segenap ayah dan ibu hair ini, yang justru memasukkan
anak-anaknya ke kamar mandi ketika mereka mandi junub ataupun yang lainnya.
Na’udzubillah
Imam
An-Nasa’i meriwayatkan dari Abbad bin Syurahbil radhiyallaahu ‘anhu, ia
berkata,”Suatu hari aku bersama bibiku memasuki kota Madinah, lalu aku memasuki
salah satu kebun dan mengambil bulir gandum dan meninggalkannya. Ketika si
pemilik kebun tersebut datang, ia mengambil bajuku dan memukuliku. Aku pun
mendatangi Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk mengadu kepada beliau
atas sikap pemlik kebun itu. Lalu beliau mengutus seseorang untuk membawa
pemilik kebun itu. Ketika sudah datang, beliau bertanya,’Apa yang mendorongmu
untuk melakukan hal itu?’ Si pemilik kebun menjawab,’Wahai Rasulullah, dia
memasuki kebunku dan mengambil bulir gandumku lalu meninggalkannya.’ Maka
Raulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,’Mengapa tidak kamu beritahu
jika ia memang tidak tahu, dan mengapa kamu tidak memberinya makan jika memang
dia kelaparan. Kembalikan bajunya!’ Setelah itu beliau memerintahkan agar aku
diberi satu setengah wasaq dandum.” (HR An-Nasa’i)
Dlam
hadits di atas, shahabat yang agung Abbad bin Syurahbil adalah anak kecil yang
kelaparan, lalu ia memasuki salah satu kebun yang ditanam oleh salah seorang
kaum muslimin di Madinah. Lalu, ia memakan bulir gandum. Ia sama sekali tidak
mengambil lebih dari itu. Dia dalam keadaan kelaparan, dan hanya ingin kenyang
saja. Tetapi ketika si pemilik kebun datang, ia mengambil bajunya sebagai ganti
rugi atas apa yang telah dilakukan Abbad. Shahabat Abbad pun mengadukan sikap
si pemilik kebun ini kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada si pemilik kebun untuk mengajari
kita dan mengajari umat ini dengan sempurna.
Yaitu
tentang bagaimana cara berinteraksi dengan anak yang masih kecil ketika ia
berbuat salah. Mengapa tidak kita beritahu jika ia berbuat salah? Mengapa tidak
diberi makan ketika ia kelaparan? Tidak hanya itu, beliau juga memerintahkan
agar si pemilik kebun mengembalikan baju Abbad, dan memerintahkan pula agar
Abbad diberi makanan yang cukup, yakni satu setengah wasaq gandum. Atau
sebanyak 90 sha’, atau sekitar 15 dalam takaran bebijian.
Jadi
kesalahan yang dilakukan oleh anak-anak harus diperbaiki, dengan tetap menyesuaikan
usia dan kondisi, dalam setiap kejadian apapun.
*(Dinukil
dari Ibunda Tokoh-Tokoh Teladan, Jumuah Saad – Dengan tambahan dan
penyelarasan)[keluargadakwah.com]
Tidak ada komentar