Manjaniq.com--Meski
diwarnai pro-kontra, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
akhirnya diberlakukan pada Senin kemarin (28/11).
Sebelumnya,
UU itu telah disahkan 30 hari lalu pada 27 Oktober setelah melalui proses
revisi. Setidaknya ada 7 poin penting dalam UU baru tersebut, yaitu:
1.
Untuk menghindari multitafsir terhadap ketentuan larangan mendistribusikan,
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik pada ketentuan Pasal 27 ayat
(3), dilakukan 3 (tiga) perubahan sebagai berikut:
a.
Menambahkan penjelasan atas istilah “mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik”.
b.
Menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan bukan delik umum.
c.
Menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan
pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.
2.
Menurunkan ancaman pidana pada 2 (dua) ketentuan sebagai berikut:
a.
Ancaman pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik diturunkan dari pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun menjadi paling lama 4 (tahun) dan/atau denda
dari paling banyak Rp 1 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
b.
Ancaman pidana pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti dari pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun menjadi
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda dari paling banyak Rp 2 miliar
menjadi paling banyak Rp 750 juta.
3.
Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap 2 (dua) ketentuan sebagai
berikut:
a.
Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula mengamanatkan pengaturan tata
cara intersepsi atau penyadapan dalam Peraturan Pemerintah menjadi dalam Undang-Undang.
b.
Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai
keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti
hukum yang sah.
4.
Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada Pasal 43 ayat (5) dan ayat
(6) dengan ketentuan hukum acara pada KUHAP, sebagai berikut:
a.
Penggeledahan dan/atau penyitaan yang semula harus mendapatkan izin Ketua
Pengadilan Negeri setempat, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
b.
Penangkapan penahanan yang semula harus meminta penetapan Ketua Pengadilan
Negeri setempat dalam waktu 1×24 jam, disesuaikan kembali dengan ketentuan
KUHAP.
5.
Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam UU ITE pada
ketentuan Pasal 43 ayat (5):
a.
Kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana
teknologi informasi;
b.
Kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik terkait
tindak pidana teknologi informasi.
6.
Menambahkan ketentuan mengenai “right to be forgotten” atau “hak untuk
dilupakan” pada ketentuan Pasal 26, sebagai berikut:
a.
Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik
yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang
bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
b.
Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan
Informasi Elektronik yang sudah tidak relevan.
7.
Memperkuat peran Pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis
gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik dengan
menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal 40:
a.
Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan Informasi Elektronik yang
memiliki muatan yang dilarang;
b.
Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada
Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap
Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.
Reporter:
shendy
sumber : kiblat.net
Tidak ada komentar