Manjaniq.com--Dalam
momen bersejarah yang dinamakan ‘Sumpah Pemuda’, Komunitas Jejak Islam untuk
Bangsa (JIB, medio Oktober lalu berkesempatan mewawancarai seorang peneliti dan
Sejarawan, Tiar Anwar Bachtiar, M.Hum yang memberikan gambaran tentang sejarah
Sumpah Pemuda dan makna di baliknya.
Sebenarnya,
Sumpah Pemuda yang ditetapkan tanggal 28 Oktober itu Peristiwa Apa?
Yang
sekarang dinamakan “Sumpah Pemuda” pada tanggal 28 Oktober 1928 sebenarnya hari
terakhir Kongres Pemuda ke-2. Kongres pemuda pertama diselenggarakan sekitar
tahun 26, dan tahun 28’ kumpul kembali. Para pemuda ini melihat gerakan pemuda
dari berbagai daerah seperti Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Java, Jong
Sumatera, juga seperti Jong Islamieten Bond (JIB) dan menginspirasi sebagian
pemuda seperti Moh. Hatta, Yamin, Soekarno, termasuk Natsir juga, dan lain-lain
yang merasa harus berkumpul dan dikumpulkan pada suatu kongres.
Rapat
pada kongres itu sampai menghasilkan sebuah keputusan yaitu memberikan nama,
apa sebenarnya yang mereka perjuangkan. Selama ini, mereka memperjuangkan yang
sifatnya parsial. Harus diberi nama apa yang mereka perjuangkan.
Akhirnya,
populer nama ‘Indonesia’ dari kongres pemuda itu. Nama Indonesia dikenal
sebelumnya hanya pada kalangan pelajar, khususnya mahasiswa Indonesia di
Belanda yang mempelajari ilmu geografi, ada istilah ‘indo nesos’ (kepulauan Hindia),
juga dalam pelajaran biologi, maka para pelajar ini mengusulkan nama
‘Indonesia’ dalam kongres.
Mula-mula
terjadi korespondensi mahasiswa Indonesia di Belanda, dengan mahasiswa
Indonesia di Mesir. Akhirnya ketika mereka pulang ke Indonesia, dipatenkan nama
Indonesia untuk menyebut apa yang mereka perjuangkan berupa tanah air,
Indonesia. Bangsa (nation) Indonesia, sekalipun penamaan baru ini agak absurd,
dan bahasa melayu sekalian saja dinamakan bahasa Indonesia.
Yang
menarik dan rumit di sini ialah nation atau bangsa yang sebenarnya merujuk
konsep kebudayaan. Mereka para pemuda
berkeinginan dalam keragaman etnis, disatukan dalam budaya Indonesia. Lalu apa
itu kebudayaan Indonesia? Jadi disimpulkan seperti hanya penjejeran etalase
dari kebudayaan-kebudayaan yang ada, disebutlah kebudayaan Indonesia.
Hal
ini dapat menimbulkan dengan kebudayaan komunitas lain. Misal, ada ditemukan
batik dan reog di Malaysia. Ini bukan persoalan Indonesia dan Malaysia! Sejak
lama, orang–orang Ponorogo ada yang pindah ke Malaysia, dan akar kebudayaannya
tetap Ponorogo, bukan Indonesia. Karenanya, bangsa ini istilah politik saja,
yang hari ini mewujudkan Indonesia dalam kebudayaan.
Bagaimana
Umat Islam memandang Kongres Pemuda Tersebut?
Pejuang
dan pemuda Islam pada saat itu ikut terlibat dan memberikan nama apa yang
mereka perjuangkan. Terjadi juga korespondensi antara mahasiswa Indonesia di
Belanda dan di Mesir yang juga para mahasiswa Islam. Juga yang berkumpul di
sana, pada kongres ialah umat Islam, walaupun karena sekulerisme telah kokoh,
terjadi perbedaan pandangan.
Dalam
pandangan Islam, hasil konges jangan sampai dibawa pada nasionalisme yang
sempit. Orang-orang sekuler memperjuangkan wilayah secara saklek. Dalam Islam,
memang ini kampung kita. Kita perjuangkan nasib kampung kita yang terdekat.
Kampung yang berisi umat Islam. Namun, kita membuka ruang dengan umat-umat
Islam pada komunitas lain. Ada persatuan umat Islam di sana, dan kampung kita
yang diperjuangkan hanya target antara.
Harus
memungkinkan dipersatukan komunitas muslim laiinya, ukhuwah Islamiyah, pan
Islam, khilafah, apapun namanya itu. Pada saat itu, disetujui namanya
‘Indonesia’ sebagai persetujuan perjuangan. Hal itu bukan bersifat sakral hidup
atau mati. Bahwa para pemuda memperjuangkan Indonesia waktu itu benar, karena
bercokolnya kolonialisme.
Apa
Hasil Keputusan Kongres Pemuda ke-2 itu?
Mengenai
redaksi teks, ‘Kami putera-puteri Indonesia, mengaku berbangsa satu…” yang
disebut Sumpah Pemuda itu sebenarnya tidak ada. Di tahun ’60 (1960), Yamin
menyebutnya Sumpah Pemuda. Dia sendiri ikut terlibat dan merasa momen penting
yang membuat nama Indonesia maka dia namakan Sumpah Pemuda.
Dalam
kongres, hanya menghasilkan rekomendasi nama yaitu Indonesia. Hasilnya,
Indonesia dinamakan sebagai wilayah, bahasa, dan kebudayaan. Wilayah dan bahasa
Oke, kebudayaan yang menjadi problem sampai sekarang.
Mengenai
Istilah Indonesia Sendiri, Seperti Apa pada saat Itu? Apa sudah dikenal?
Nama
Indonesia sendiri sebelum Kongres Pemuda tidak populer dan hanya ada di
beberapa pelajaran, khususnya pelajaran mahasiswa di Belanda. Nama wilayah ini
apa? Bahkan, orang menyebutnya sebagai ‘Jawa’. Misal di Arab sana ada
persinggahan (maktab) disebut Jawa. Tempat berkumpul haji orang-orang Asia tenggara:
ada Filipina, Thailand, Malaysia, Indonesua dulu dikenal sebagai orang Jawa,
dan di belakang namanya dijuluki Al Jawwi.
Jika
diganti Jawa, terlampau tendensius karena khusus pulau Jawa diusulkanlah nama
lain dan relatif berhasil. Yang menciptakan Indonesia ialah anak-anak muda.
Bahasa melayu, sudahlah sekalian dinamakan Bahasa Indonesia, yaitu bahasa
komunikasi. Jadi, bahasa Indonesia itu bahasa melayu, karena bahasa Indonesia
zaman itu sama dengan bahasa melayu. (Untuk Lebih Jelas, baca tulisan para
peneliti INSIST pada Rubrik ISLAMIA Republika, 24 Oktober 2013).
Sebelumnya,
ada beberapa kelompok yang menggunakan nama Indonesia seperti Perhimpunan
Indonesia, yaitu komunitas mahasiswa Indonesia di Belanda. Indische
Vereeniging, yang pada tahun ’26 (1926) mereka pulang ke Indonesia diganti
menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Juga PKI yang pada tahun sekitar 1922
menggunakan nama ‘Indonesia’ juga lainnya.
Pelajaran
Apa yang Bisa diambil dari Kongres Pemuda?
Kongres
pemuda itu dihadiri sebagian besar umat Islam. Indonesia memang kampung kita,
kita memperjuangkannya. Lalu ada perjuangan yang lebih besar yaitu persatuan
umat Islam. Karenanya, kelak bersambung dengan gagasan-gagasan lain seperti Pan
Islamisme Jamaludin Al Afgani, dan sebagainya.
Kongres
pemuda momen bersejarah, Anak-anak muda
kreatif menyumbangkan nama. Namun, bukan berarti mereka yang membuat persatuan,
dan nama itu penting seperti halnya orang tua yang melahirkan anaknya dan
dikenal identitasnya. Namun bisa saja yang memberikan nama berbeda dengan orang
yang melahirkannya. Para pemuda ini, memiliki potensi besar, dan terbukti dalam
perjalanannya mereka menjadi tokoh besar dikemudian hari.[ER]
Tidak ada komentar