Manjaniq.com--Mantan
Presiden Israel Shimon Peres, akhirnya meninggal setelah menderita penyakit
keras selama bertahun-tahun. Dia menutup usianya pada umur 93 tahun.
Sejak
pertengahan September, Perez dirawat di ruang perawatan intensif di rumah sakit
Tel Hashomer di Tel Aviv. Dia dirawat akibat terserang stroke berat. Sejak saat
itu ia koma hingga akhirnya meninggal.
Dilansir
dari Al-Jazeera pada Rabu dini hari waktu Timur Tengah (28/09), Selasa kemarin
pihak rumah sakit memanggil anggota keluarga Peres karena kondisi kesehatan
mantan PM itu merosot tajam.
Sementara
penerusnya, Benjamin Netanyahu dan Presiden Israel Reuven Rivlin telah
mengunjunginya namun dia dalam kondisi koma.
Peres
telah menjabat posisi strategis, termasuk presiden pemerintah dan Departemen
Pertahanan sebelum ia menjadi presiden. Ia juga sempat menjadi pemimpiin Partai
Buruh. Perez merupakan salah satu penggagas berdirinya Negara penjajah Israel
di wilayah Palestina.
Peres
ambil bagian dalam proyek pemukiman Yahudi di wilayah-wilayah jajahan di
Palestina, yang menyebabkan ribuan warga Palestina terusir. Dia juga
disebut-sebut bertanggung jawab atas pembantaian di Lebanon pada 1996 silam.
Meski
begitu, Barat menganggapnya sebagai tokoh dunia pendukung perdamaian. Dia
diberi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1994 bersama mantan presiden
Palestina Yasser Arafat dan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin. Demikian juga
yang diwartakan oleh media Nasional, Kompas.
Dalam
berita yang ditulis pada 28 September 2016, KOMPAS menyebut Peres sebagai
pejuang perdamaian Palestina.
Berbagai
tanggapan muncul dari Netizen Muslim.
Seorang
pengguna Facebook bernama Andy Windiarto menuliskan tentang seluk beluk peres.
Tentang bagaimana kejahatannya terhadap rakyat Palestina.
Berikut
tulisannya:
Dari
tempat sampah mana gelar "Pejuang Perdamaian Palestina-Israel hingga Akhir
Hayat" ini KOMPAS pungut?
Peres
lahir di zaman moderen Belarus pada 1923. Ia bersama dengan keluarganya pindah
ke Palestina pada 1930. Sebagai seorang remaja, ia bergabung dengan Haganan,
milisi yang bertanggung jawab untuk pembersihan etnis di wilayah-wilayah desa
Palestina pada 1947 hingga 1949.
Organisasi
yang bernama Rights for All di Swiss 2011 lalu mendaftarkan gugatan ke
Kejaksaan Agung Swiss dan menuntut penahanan Peres atas kejahatan-kejahatan
perang yang dilakukan Zionis pada penyerangannya ke Gaza pada pergantian tahun
2008 – 2009. Simon Peres merupakan otak pembantaian Gaza saat Israel menginvasi
Gaza pada tahun 2008-2009 yang dikenal dengan the Gaza Massacre (Pembantain
Gaza) dimana Israel membombardir Gaza hingga korban tewas lebih dari 1.450
warga Palestina, kebanyakan dari mereka anak-anak dan perempuan, dalam perang
selama 22 hari dari 27 December 2008-18 Januari 2009.
Peres
oleh banyak pihak disebut juga “arsitek dari program senjata nuklir Israel”
yang, dan sampe hari ini anehnya program nuklir israel seperti luput dari
pengawasan dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Shimon
Peres juga memiliki peran dalam pencurian tanah massal dan pengusiran warga
Palestina saat menjabat sebagai direktur jenderal kementerian perang. Pasal
125, misalnya, mengizinkan pasukan Israel untuk menyebar di atas tanah
Palestina dan mendeklarasikan zona militer tertutup. Saat itu, warga Palestina
tidak bisa memiliki akses ke properti mereka. Israel menyita wilayah tersebut
karena lahan disana sangat subur.
Peres
mengklaim pasal ini menjadi cara untuk “melanjutkan perjuangan untuk pemukiman
dan imigrasi Yahudi secara langsung”.
Selama
masa jabatannya di tahun 70-an, beberapa permukiman di Tepi Barat dibangun,
termasuk Ofra. Slogannya adalah: “Pemukiman di mana-mana.”
Tangan
peres berlumuran darah, termasuk dari warga sipil Lebanon yang tewas dalam
pembantaian selama “Operasi Grapes of Wrath” pada tahun 1996. Kemudian sebagai
perdana menteri, ia memerintahkan operasi di mana 154 orang tewas di Libanon
dan ratusan lainnya luka-luka.
Adegan
mengerikan itu terjadi di sebuah desa kecil di Libanon selatan yang dikenal
sebagai Qana. Pesawat-pesawat tempur Israel menyerang sebuah kompleks PBB dan
menewaskan 106 warga sipil yang bersembunyi di sana.
Peres
menyatakan ia tidak memiliki penyesalan atas insiden tersebut.
“Semuanya
dilakukan sesuai dengan logika yang jelas dan secara bertanggung jawab,”
katanya. “Aku di pihak perdamaian.”
PBB
kemudian menyatakan bahwa serangan itu tidak mungkin kesalahan.
Peres
secara jahat menggambarkan rakyat Palestina sebagai masayarakat yang menyakiti
diri mereka sendiri dan seolah-olah tidak ada penindas, Israel tidak menzalimi
mereka.
Ia
menyatakan, “Mereka mengorbankan diri mereka sendiri. Mereka adalah korban
tidak perlu dari kesalahan mereka sendiri”.
(jurnalmuslim.com)Asrya ED
Tidak ada komentar