Manjaniq.com-Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menyatakan pemerintah ingin dana zakat digunakan untuk membantu memperkuat program pemerintah dalam mengatasi kemiskinan di Tanah Air.
“Kita ingin uang yang dikumpul di Baznas ini bisa dipakai untuk perkuat atau masuk ke dalam program-program pengentasan kemiskinan yang sudah dibuat oleh pemerintah,” katanya di Jakarta, Rabu (14/9/2016).
Ia mengatakan potensi dana zakat cukup besar, menyebut dana zakat yang dihimpun oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) saja tahun lalu mencapai Rp 4 triliun.
Program-program badan pengumpul zakat seperti Baznas, ia melanjutkan, bisa diselaraskan atau disatukan dengan program pengurangan kemiskinan pemerintah.
Bambang berharap nantinya Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang dipimpin oleh Presiden dapat merekomendasikan sinergi program zakat dengan program penanggulangan kemiskinan pemerintah.
“Kita mulai 2017 nanti KNKS nya kan jalan. Nah di situ nanti akan disusun bagaimana caranya supaya zakat dengan program kemiskinan itu nyambung,” kata Bambang.
Dalam Rencana Induk Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia (AKSI) diindentifikasi beberapa persoalan utama dalam pengelolaan zakat dan perlunya memperjelas peran pemerintah, pemerintah daerah, Baznas dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) dalam pengelolaan zakat.(er)
http://www.eramuslim.com/berita/nasional/bangkrut-jokowi-lirik-uang-zakat-di-baznaz-buat-dipakai.htm#.V9pC3lt97IU
http://www.eramuslim.com/berita/nasional/bangkrut-jokowi-lirik-uang-zakat-di-baznaz-buat-dipakai.htm#.V9pC3lt97IU
Akhirnya
Resmi, 'Perda Syariat Islam' Di Cabut Oleh Presiden Jokowi
Hari
ini (13/6) Presiden Joko Widodo resmi menghapus ribuan peraturan daerah (perda)
dengan alibi menghambat pertumbuhan ekonomi dan bertentangan dengan peraturan
yang dibuat pemerintah pusat.
"Saya
sampaikan bahwa Mendagri sesuai dengan kewenangannya telah membatalkan 3.143
Perda yang bermasalah tersebut," kata Jokowi, di Istana Merdeka, Jakarta,
Senin (13/6/2016).
Meskipun
beralasan bahwa ribuan perda tersebut terdiri dari 4 kategori yang meliputi
perda yang menghambat pertumbuhan ekonomi daerah, perda yang memperpanjang
jalur birokrasi, perda yang hambat perizinan investasi dan menghambat kemudahan
usaha, dan perda yang bertentangan dengan Undang-Undang, namun begitu kentara
ada tendensi keras dengan alasan bertentangan dengan pemerintah pusat, perda
syariah yang dianggap intoleran pun disikat.
Alibi
razia warung makan yang dikemas dengan make up intoleran, jahat, tidak
berkeprimanusiaan, akhirnya nyata terbongkar. Upaya media yang memerankan
kejahatan ini sukses membuat dukungan publik untuk penghapusan perda, termasuk
perda syariah di dalamnya. Akhirnya, ramadhan yang mulia berhujung sakit tak
terperi bagi umat Islam. Akankah mereka sadar dan mulai berbenah bahwa Islam
yang mereka pegang tidak hanya diamalkan dimushola dan masjid saja. Bukankah
bulan ramadhan yang mulia ini sudah saatnya kita berjuang ramai-ramai, layaknya
beragam peperangan dan penaklukan Islam yang sudah dicontohkan teladan kita,
rasulullah saw?
Perda Islami Dihapus, Jokowi Rezim Anti Islam
Selama
70 tahun Indonesia berdiri, umat Islamlah yang paling banyak dirugikan. Dengan
dalih harus toleran, umat ini dipaksa mengatur kehidupannya bukan dengan aturan
yang bersumber dari Islam. Padahal 87% lebih penduduk negeri ini beragama
Islam. Sedangkan menjalankan aturan
Islam merupakan bagian dari ibadah yang diwajibkan oleh Allah swt.
Lalu,
apakah salah jika umat Islam menginginkan Islam yang mengatur hidupnya?
Jika
merujuk kepada UU 45 pasal 29 ayat 2, negara akan menjamin umat beragama untuk
menjalankan Agamanya. Bahkan tanpa UU itupun, umat Islam tetap harus
menjalankan agamanya sebagai konsekuensi keimanan kepada Allah Swt.
Namun
jaminan yang tertera dalam UU itu tak kunjung terealisasi. Setiap upaya
penerapan aturan Islam dianggap sebagai bentuk Intoleran kepada Agama lain.
Padahal tuduhan itu tidak pernah terbukti sema sekali. Salah satu contoh, umat
Islam yang ingin menerapkan syariat Islam dianggap sebagai teroris yang akan
menyebabkan perpecahan. Hal ini tidak sesuai dengan fakta dimana selama belasan
abad umat Islam dalam naungan khilafah Islamiyah mampu nenerapkan Islam dan
menyatukan berbagai ras, agama, suku dan budaya di dunia. Tentu pendapat itu
merupakan fitnah yang sangat keji terhadap syariat Islam yang agung.
Yang
lagi ramai diperbincangkan adalalah kasus penertiban warung nasi yang buka saat bulan Ramadhan di
serang yang menimpa Ibu Saenih (57 th). Banyak yang berpendapat bahwa apa yang
dilakukan Satpol PP karena adanya Peraturan Daerah “intoleran” Nomor 2 tahun
2010 tentang Penyakit Masyarakat yang dikeluarkan oleh Wali Kota serang.
Padahal sejatinya perda itu untuk melindungi hak umat Islam menjalankan ibadah
puasa. Ada perda saja orang berani langgar, apalagi jika tidak ada.
Kasus
itu terus diblow-up media nasional online sehingga mengundang simpati banyak
orang. Isu ini dimanfaatkan oleh kaum liberal dan pemerintah Jokowi untuk
menyudutkan syariat Islam dan upaya penghapusan perda Islami. Upaya itu
terlihat jelas ketika Pemerintah melalui
tim kementrian dalam negeri langsung mengevaluasi perda nomor 2 tahun 2010 itu.
(CNN, 14/06/2016). Tak tanggung, Jokowi pun turut menyumbang korban razia untuk
menunjukan ketidaksukaannya terhadap perda yang dianggap intoleran tersebut.
Bukan
hanya itu, sebelumnya perda yang melarang perederan minuman keras juga akan
dihapus karena dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi dan investasi asing.
Padahal sangat jelas, beberapa pelaku kejahatan seksual dilakukan setelah
menenggak minuman keras. Yang paling diuntungkan dalam hal ini adalah perusahan
dan importir minuman keras.
Dari
beberapa kejadian diatas bisa kita simpulkan bahwa rezim Jokowi hari ini memang
anti Islam dan pro kapitalis. penghapusan perda Islami untuk menunjukan
kebencian mereka kepada Islam dan merupakan bentuk pengabdian mereka kepada
tuan-tuannya yaitu kaum pemilik modal
(kapitalis) baik lokal maupun asing. Hal ini juga menunjukan ketakutan
pemerintah akan tegaknya syariat Islam di Indonesia, karena mengancam eksistensi mereka yang selama ini
menzalimi rakyat.
Selama
sistem yang digunakan untuk memili penguasa dan menetapkan aturan menggunakan
Demokrasi, maka akan lahir rezim-rezim yang benci terhadap Islam. Maka sudah
sepatutnya kita campakkan demokrasi dan terapkan sistem Islam.
Alimudin
Baharsyah. S. Sos
Ketua
BE Kornas BKLDK 2016-2017
Tidak ada komentar